Selasa, 12 Juni 2012

Tatap masa depan

Tatap masa depan!” begitu Luqman pernah dinasihati ketika ia putus asa karena utangnya yang menggunung. Luqman merasa hidupnya sangat sempit, disempitkan oleh kesalahan dan dosanya sendiri. Luqman nyaris frustrasi dan menganggap bahwa dirinyalah satu-satunya manusia yang paling menderita. Namun, dengan motivasi dari satu-dua sahabat, ia pun pulih dan bisa tegar untuk merajut masa depan yang cerah. Luqman disadarkan bahwa dunia itu kecil, jadi masalah juga kecil. Caranya? Pikirkan saja kebesaran dan kekuasaan Allah. Lagipula, tidak ada seorang pun yang tidak memiliki masalah.

Semua orang memiliki masalah dengan keragamannya masing-masing. Kita tidak pernah sendirian bergelut dengan masalah. Masalahnya sekarang, bukan seberapa buruk masa lalu, melainkan seberapa indah masa depan yang akan dibangun. Sudahlah, dosa tinggal dosa. Masalah tinggal masalah. Siapa, sih, yang tidak pernah berbuat dosa? Siapa juga yang tidak pernah punya masalah? Psstt … lepaskan semua, biarkan saja ia menjadi urusan Allah. Ketika kita menyerahkan setumpuk masalah kepada Allah, Dia hanya meminta kita tawakal. Kita istirahatkan hati untuk mencari solusi. Kita pinggirkan akal pikiran dan nafsu yang justru sering membenamkan kita.

Kita gunakan potensi Sang Pencipta. Pokoknya, kita pasrahkan saja bagaimana kejadiannya nanti di tangan-Nya. Kepasrahan itu harus kita bangun secara total, selaras dengan pengajuan ampunan dan permintaan maaf. Setelah itu, lupakan masalah, lupakan dosa. Kita sudah menyerahkannya kepada Allah. Memang, pasrah ini biasanya ada di ujung penghabisan kemampuan manusiawi. Contohnya Siti Hajar. Dalam kepasrahannya, ia tetap berusaha ikhtiar mencari mata air walaupun secara akal hampir mustahil. Akan tetapi, kepasrahaan beliau tidak duduk termenung menunggu nasib. Beliau pasrah secara total dengan tetap berusaha dan berikhtiar. Hal yang tidak kalah penting, ketika hidup kita bermasalah, sesungguhnya Allah sedang me-recovery diri kita. Maka, jagalah diri. Jangan lagi terjebak “lagu lama” dengan mengulangi kesalahan-kesalahan yang sama. Kalau tidak, hal itu sama artinya dengan “ngerjain” Sang Maha. Padahal, Allah itu hanya akan menolong apabila kita membuat diri kita pantas untuk ditolong.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar