Selasa, 12 Juni 2012

Tujuan Hidup Kita

”Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” (Q.S. 20: 14) Sejak kecil aku sering mendengar bahwa shalat adalah amalan pertama yang akan dihisab (diperiksa) oleh Allah di akhirat nanti. Jika shalat itu baik, amalan yang lain tidak perlu diperiksa lagi, tetapi jika shalat itu buruk, amalan yang lain pun pasti buruk. Lalu aku bertanya, bagaimana dengan shalatku? Shalat yang baik itu yang seperti apa? Aku pun sering mendengar bahwa Neraka Wail itu diperuntukkan Allah buat orang-orang yang shalatnya tidak khusyu. Lalu aku bertanya, apa sesungguhnya shalat khusyu itu? Siapa yang dapat mengajarkan kepadaku shalat khusyu itu? Aku sering mendengar bahwa intisari shalat adalah ingat kepada Allah. Sejujurnya, aku mengakui bahwa ketika shalat aku lebih banyak ingat kepada selain Allah. 

Aku ingat permasalahan hidupku, aku ingat anak istriku, aku ingat keluargaku, aku ingat teman-teman dekatku, aku ingat pekerjaanku, aku ingat rumahku, aku ingat mobilku, aku ingat kebutuhan-kebutuhanku, aku ingat segala rencanaku, aku ingat semuanya, bahkan apa yang tidak aku ingat ketika tidak sedang shalat, semuanya menjadi aku ingat ketika aku shalat. Aku pun kadang-kadang tidak ingat terhadap bacaan shalat yang aku baca. Aku tidak sadar terhadap apa yang aku baca dalam shalat. Aku tidak mengerti, dengan siapa aku berdialog ketika shalat. Jadi, kalau begitu aku telah kehilangan intisari shalat, yakni ingat kepada Allah. Mengapa hal ini terjadi pada diriku? Aku sering mendengar Nabi Muhammad saw. mengatakan bahwa hiburan beliau ada di dalam shalat. Artinya, beliau merasakan nikmat ketika sedang shalat.

Aku mengalami hal yang berbeda. Aku merasakan nikmatnya shalat, justru ketika aku sudah selesai shalat. Bukan ketika aku sedang shalat. Aku bertanya, apa sesungguhnya nikmat yang aku rasakan itu? Jangan-jangan, kenikmatan yang aku rasakan itu adalah karena aku baru gugur dari kewajiban shalat. Kadang-kadang shalatku begitu tergesa-gesa aku lakukan, mungkin hal ini dikarenakan aku tidak merasakan kenikmatan apa yang Nabi Muhammad saw. rasakan ketika beliau sedang shalat. Bahkan, sejujurnya aku tidak merasakan apa-apa dalam shalatku. Mengapa hal ini terjadi pada diriku? Aku merasa tidak enak ketika meninggalkan shalat. Lalu aku bertanya pada diriku, apa sebenarnya rasa tidak enak yang terjadi pada diriku itu? Apakah karena aku biasa shalat, lantas ketika tidak shalat aku merasa tidak enak? Sejujurnya, aku mengakui bahwa perasaan tidak enak yang aku rasakan ketika meninggalkan shalat, semata-mata karena aku kehilangan kebiasaan, bukan karena aku telah merasakan nikmatnya shalat. Kadang-kadang aku menyadari bahwa aku melakukan shalat karena orang-orang di sekitarku shalat.

 Aku belum merasakan bahwa shalat adalah aktivitas yang aku rindukan kehadirannya karena aku belum merasakan nikmat shalat yang sesungguhnya. Aku ingin membebaskan diriku dari shalat yang hanya terjebak oleh kebiasaan. Aku ingin menjalankan shalat sebagai kebutuhan utamaku. Aku ingin merasakan nikmat shalat. Aku menyaksikan banyak orang yang shalat, tetapi shalatnya itu tidak mampu mengubah perilakunya. Padahal, aku sering mendengar, shalat itu seharusnya dapat mencegah seseorang dari perilaku keji dan munkar. Aku mengamati dengan sejujurnya lingkungan di sekelilingku. Aku terkejut ketika mendapati kesimpulan bahwa kebanyakan perilaku orang yang shalat dengan yang tidak shalat tidak ada bedanya. Mengapa hal ini terjadi? Aku yakin, Nabi Muhammad saw. telah mewariskan tata cara shalat yang dapat mencegah perbuatan keji dan munkar, sebagaimana yang dijanjikan Allah dalam al-Quran. Kepada siapa aku harus belajar shalat sebagaimana yang diajarkan Nabi Muhammad saw.? Masih adakah para pewaris ilmu sejati Nabi Muhammad saw.? Hal yang sama terjadi juga pada diriku.

Aku tidak merasakan perbedaan antara aku shalat dengan aku tidak shalat, dengan ilmu tentang shalat yang aku miliki saat itu. Aku tahu dari sejarah Islam bahwa Nabi Muhammad mendapatkan perintah shalat setelah beliau bertemu dengan Allah, melalui suatu peristiwa yang aku kenal dengan peristiwa Isra dan Mikraj. Lantas aku merenung, kalau begitu Nabi Muhammad bisa ingat kepada Allah karena beliau telah bertemu dengan Allah. Aku menyadari bahwa tidaklah mungkin aku dapat mengingat sesuatu yang belum aku tahu. Nabi Muhammad sudah mengetahui dan mengenal Allah sehingga beliau dapat mengingat-Nya. Oleh karena itu, pantas shalatnya selalu khusyu karena beliau menyembah yang beliau tahu.

Aku menyadari bahwa selama ini diriku menyembah Tuhan yang tidak aku ketahui. Berbeda sekali dengan apa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad yang tercinta. Ya Allah, sampaikan salamku pada Nabi Muhammad saw. yang aku cintai. Pantas sekali kalau aku selama ini tidak dapat mengingat Tuhanku selama aku shalat. Dalam shalat, aku selalu mengingat segala sesuatu selain Allah karena aku tidak mengenal Allah. Pantaskah diriku mengaku sebagai umat Nabi Muhammad saw.? Padahal, aku belum bisa mencontohnya. Ketika shalat, Nabi Muhammad saw. menyembah atau mengingat yang beliau tahu, sedangkan diriku menyembah atau mengingat yang aku tidak tahu. Nabi Muhammad saw. shalatnya khusyu, sedangkan aku selalu melalaikan dan melupakan yang aku sembah. Astaghfirullaahal ’azhiim; Tuhan, ampunilah kelalaianku ini, jangan Kau biarkan diriku berada dalam kegelapan. Aku telah Kau anugerahi nikmat-nikmat yang tiada terhingga, sementara aku tidak secara lurus menyembah kepada-Mu. Nabi Muhammad saw. bertemu dahulu dengan Allah, kemudian beliau menyembah-Nya, sedangkan aku tidak demikian.

Aku menyadari bahwa shalatku baru meniru Nabi Muhammad saw., bukan meneladaninya. Bukankah hasil tiruan adalah barang palsu? Jangan-jangan, shalatku baru sebatas meniru. Ya Allah, ampunilah kelalaianku ini. Ya Allah, ampunilah ketidaktahuanku dan kebodohanku ini. Tunjukkanlah aku kepada seseorang yang dapat mengajarkan shalat, sebagaimana Nabi Muhammad shalat. Pertemukanlah aku dengan para pewaris ilmu sejati Nabi Muhammad yang aku cintai. Tuhan, jangan Kau biarkan diriku dalam kegelapan dalam menyembah-Mu. Jangan Kau biarkan batinku menghadap kepada wajah selain-Mu dalam shalat. Tuhan, karuniakanlah kenikmatan shalat kepadaku, sebagaimana telah Engkau karuniakan nikmat tersebut kepada para nabi, para shidiqin, para syuhada, dan para shalihin. Maafkanlah aku, maafkanlah shalatku, maafkanlah ketidaktahuanku. Janganlah Kau hukum aku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar